Minggu, 02 Januari 2011

Penataan Ruang bagi Lahan TPA Sampah berdasar parameter geologi lingkungan

TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sampah, pada dasarnya merupakan akhir dari proses penanganan sampah yang seharusnya aman dan ramah terhadap lingkungan. Namun karena keterbatasan biaya dan kapasitas SDM serta andalan pola kumpul-angkut-buang yang telah ada selama ini, berdampak pada pembebanan yang terlalu berat bagi TPA baik ditinjau dari kebutuhan akan lahan maupun terhadap beban pencemaran lingkungan.
Bagaimanakah penataan ruang bagi lahan TPA sampah seharusnya??
1. TPA sampah tidak berlokasi di danau, sungai ataupun laut
2. Disusun berdasarkan 3 tahapan, yaitu tahap regional, tahap penyisih dan tahap penetapan

  • Tahap regional, merupakan tahapan untuk menghasilkan peta yang berisi daerah atau tempat dalam wilayah tersebut yeng terbagi menjadi beberapa zona kelayakan
  • Tahap penyisih, merupakan tahapan untuk menghasilkan satu atau dua lokasi terbaik diantara beberapa lokasi yang dipilih dari zona-zona kelayakan berdasarkan tahap regional
  • Tahap penetapan, merupakan tahap penentuan lokasi terpilih oleh Instansi yang berwenang

3. Jika suatu wilayah belum bisa memenuhi tahap regional, maka pemilihan lokasi TPA sampah akan ditentukan berdasarkan skema pemilihan lokasi TPA sampah dengan kriteria pemilihan lokasi TPA sampah sebagai berikut :

  • Tidak berlokasi di zona holocene fault
  • Tidak berada di zona berbahaya geologi
  • Tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dari 3 meter
  • Kelulusan tanah tidak boleh lebih besar dari 10-6 cm/det
  • Jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dari 100 meter di hilir aliran
  • Kemiringan zona harus kurang dari 20%
  • Jarak dari lapangan terbang harus lebih besar dari 3.000 meter untuk penerbangan turbo jet dan harus lebih besar dari 1.500 meter untuk jenis lain
  • Tidak boleh pada daerah lindung/cagar alam dan daerah banjir dengan periode ulang 25 tahun
Beberapa kriteria penyisih :
1. Iklim
  • Hujan, intensitas hujan yang semakin rendah atau semakin kecil dinilai semakin baik
  • Angin, arah angin yang tidak mengarah ke pemukiman dinilai makin baik
2. Utilitas, semakin lengkap dinilai semakin baik
3. Lingkungan biologis
  • Habitat, semakin tidak bervariasi habitat di lokasi yang terpilih dinilai semakin baik
  • Daya dukung, semakin rendah daya dukungnya terhadap kehidupan flora dan fauna dinilai semakin baik
4. Ketersediaan tanah
  • Produktifitas tanah, semakin tidak produktif tanah di lokasi terpilih dinilai semakin baik
  • Kapasitas dan umur, semakin besar daya tampungnya dan semakin lama maka dinilai semakin baik
  • Ketersediaan tanah penutup, lokasi yang memiliki tanah penutup banyak dinilai semakin baik
  • Status tanah, semakin bervariasi status tanah maka akan semakin rendah nilainya
5. Demografi, semakin sedikit tingkat populasi penduduk di daerah tersebut maka dinilai semakin baik
6. Batas administrasi, jika lahan TPA sampah masih berada dalam batas administrasi akan semakin baik
7. Kebisingan, semakin banyak zona penyangga di lokasi TPA sampah maka akan semakin baik
8. Bau, semakin banyak zona penyangga di lokasi TPA sampah maka akan semakin baik
9. Estetika, semakin tidak terlihat dari luar akan semakin baik
10. Ekonomi, semakin kecil biaya satuan pengelolaan sampah (per m3/ton) akan semakin baik


Yang dimaksud dengan zona penyangga adalah zona yang berfungsi sebagai penahan untuk mencegah atau mengurangi dampak keberadaan dan kegiatan-kegiatan di lokasi TPA terhadap masyarakat yang melakukan kegiatan sehari-hari di kawasan sekitar TPA, baik dalam segi keselamatan, kesehatan dan kenyamanan akibat dari gangguan-gangguan baik bau, kebisingan dan sebagainya.


pembagian zona disekitar TPA sampah


Parameter geologi lingkungan yang sering digunakan antara lain :
  • Batuan, jenis batuan sangat berperan dalam mencegah atau mengurangi pencemaran air tanah dan air permukaan secara alami yang berasal dari air lindi (leachate). Tingkat peredaman sangat bergantung pada kemampuan meredam dari batuan yang mencakup permeabilitas, daya filtrasi, pertukaran ion, absorbsi dan lain-lain. Batuan yang berbutir halus seperti batulempung dan napal mempunyai tingkat peredaman yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang berbutir kasar ataupun kristalin. batuan yang telah padu juga mempunyai daya peredaman yang tinggi jika dibandingkan dengan batuan yang masih lepas-lepas. Daerah dengan batugamping sebagai dasar dianggap tidak layak sebagai lokasi TPA sampah karena batuan ini umumnya berongga dan mempunyai kemampuan meloloskan air, dikhawatirkan tingkat pencemaran air lindi akan lebih mudah.
  • Kelerengan, kemiringan lereng berkaitan erat dengan kemudahan pengerjaan konstruksi dan operasional TPA sampah. Daerah dengan tingkat kemiringan lebih dari 20% dianggap tidak layak untuk dijadikan lokasi TPA sampah.
  • MAT (Muka Air Tanah), kedudukan MAT merupakan parameter penting. Daerah dengan kedalam MAT kurang dari 3 m dianggap tidak layak menjadi lokasi TPA sampah, karena semakin dangkal MAT maka tingkat pencemarannya akan semakin tinggi.
  • Curah hujan, besarnya curah hujan berkaitan dengan tingkat kesulitan penyediaan sarana TPA sampah yaitu parit pembuang aiar larian, kolam pengumpul leachate dan oksidasi. Semakin tinggi curah hujan maka akan semakin tinggi pula tingkat kesulitannya.
  • Struktur dan bencana geologi, daerah zona patahan merupakan daerah yang lemah dan tidak stabil ketika terjadi gempa sehingga daerah-daerah yang dikenai oleh struktur patahan merupakan daerah yang tidak layak untuk dijadikan lokasi TPA sampah. Selain itu daerah yang rentan terhadap gerakan tanah juga merupakan daerah yang tidak layak dijadikan sebagai TPA sampah, karena jika terjadi gerakan tanah akan menyebabkan bencana baik terhadap infrastrukturnya maupun menjadi pemicu terjadinya penyebaran pencemaran. Daerah dengan ancaman erupsi gunungapi juga tidak layak karena akan membahayakan operasinya ketika terjadi erupsi gunungapi. Termasuk juga daerah yang rawan akan bencana banjir, setidaknya kawasan TPA sampah harus terbebas dari ancaman banjir 25 tahunan.
  • Daerah cagar alam, cagar budaya ataupun daerah lindung termasuk daerah yang menurut perundang-undangan tidak layak dijadikan TPA sampah.
  • Tataguna lahan (Lanfill) meliputi jarak TPA sampah dari pemukiman, jalan raya dan bandara juga menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasi TPA sampah. Jarak TPA sampah dari pemukiman ditetapkan 300 meter sebagai buffer tidak aman, ini untuk mencegah pencemaran air, bau, hewan vektor dan bising yang ditimbulkan oleh aktivitas TPA sampah. Sementara buffer tidak layak TPA dengan jalan raya ditetapkan sejauh 150 meter. Buffer ini berfungsi sebagai zona penyangga kaitannya dengan estetika. Jalan yang diberi buffer adalah jalan utama. Dan untuk bandara buffernya ditetapkan sejauh 3.000 meter, buffer ini berfungsi untuk mencegah gangguan asap yang berasal dari TPA sampah terhadap keselamatan penerbangan.
Analisis tapak rinci
Analisis tapak rinci dilakukan pada daerah yang direkomendasikan untuk menjadi alternatif TPA sampah baru dan evaluasi TPA yang sudah ada. Analisis tapak rinci dilakukan tidak hanya untuk TPA yang masih aktif tetapi juga yang telah ditinggalkan untuk menilai tingkat kelayakan serta memberikan rekomendasi seperlunya. Analisis tapak rinci menggunakan cara yang dikembangkan oleh LeGrand (1980), dimana cara ini memerlukan beberapa informasi sebagai berikut :
  1. jarak dari sumber pencemar ke titik pemanfaatan sumber
  2. kedalaman muka air tanah dari sumber pencemar
  3. gradien muka air tanah dari sumber pencemar
  4. permeabilitas dan sorption batuan dasar
Untuk mendapatkan informasi tersebut, maka hal yang harus dilakukan dalam penelitian dan pekerjaan lapangan antara lain :
  1. pemboran tangan dangkal dengan kedalaman 10 meter
  2. pemboran teknik dengan kedalaman 30 meter
  3. pengujian infiltrasi
  4. analisis mekanika tanah
  5. analisis kualitas air
Tersedianya informasi atau peta kelayakan untuk TPA akan sangat bermanfaat bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam perencanaan penataan ruang yang optimum dan berwawasan lingkungan. Biaya penyusunan peta kelayakan tersebut relatif murah jika dibandingkan dengan manfaat atau risiko yang ditimbulkan jika TPA ditempatkan pada daerah yang tidak layak.

Daftar Pustaka
Anggraeni D.O., Rahardian B., Pemilihan Calon Lokasi TPA Dengan Metode GIS Di Kabupaten Bandung Barat. Bandung
Anonim. TPA Piyungan Ditinjau Dari Aspek Geologi Lingkungan. Yogyakarta
Dardak, A. H. 2007, Kebijakan Penataan Ruang Untuk Pengelolaan Persampahan. Jakarta
Soedradjat Iman, MPM, Ir., Pedoman Pemanfaatan Kawasan Sekitar TPA Sampah. Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar